Friday, July 18, 2008

istriku

boys and girls, please don’t try this at home. it’s very, dangerous…

kami baru saja selesai bercinta. tenggelam dalam kenikmatan yang melelahkan. istriku masih meringkuk di pelukanku. aku sendiri masih melayang.

“tam, kau bersihkan diri dulu”, bisiknya

“kenapa tidak kau dulu?”

dia cuma melenguh pelan, manja.

aku selalu mencintai istriku. sangat. bahkan ketika kami berjauhan, aku selalu memikirkannya, hanya dia. membayangkannya membuatku berdesir. berdekatan dengannya membuatku bergelora. menyentuhnya membuatku ingin menggumulinya…

istriku bukan wanita istimewa. biasa saja. bukan yang cantik seperti luna maya, atau yang badannya aduhai seperti dewi persik atau azhari sekeluarga. hidungnya tak terlalu mancung. matanya tak terlalu lebar atau sipit. dagunya tidak lancip. pipinya tidak naik. semua biasa saja.

badannya apalagi. masih bisa terlihat sisa-sisa baby-weight di sana sini, bahkan setelah lima tahun kelahiran satu-satunya anak kami. kadang dia mengeluhkannya, lalu aku akan berkata aku tak peduli. tapi kurasa sebenarnya dia juga tak peduli, hanya pura-pura saja merasa tak nyaman. sedangkan aku, aku benar-benar tak peduli. malah menurutku, dia lebih bagus agak montok begitu, daripada kurus seperti pada saat aku menikahinya.

istriku lebih suka bercinta dalam terang. maksudku benar-benar terang. dengan lampu neon 18 watt yang terpasang di plafon kamar kami. dan dia akan membiarkanku melihatnya.

aku sendiri lebih suka melakukannya dalam gelap. tidak benar-benar gelap. aku akan membuka gorden jendela kamar kami dan membiarkan cahya-entah-apa masuk dan memberikan sedikit benderang dalam pekat. remang memberiku lebih banyak gairah dan imajinasi di kepalaku. dan begitulah kami ini melakukannya.

dalam terangnya gelap kupandangi wajah istriku, kukecup keningnya. dia sudah tertidur. perlahan kulepas rengkuhku, aku tak mau dia terbangun. aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

ketika aku kembali, kunyalakan lampu.

oh tuhan, itu istriku tertelungkup tanpa busana di ranjang kami. kakinya lurus tak tertekuk sedikit pun. kedua lengannya juga lurus ke atas sehingga bisa kulihat dadanya sedikit saja. nafasnya naik turun perlahan, teratur.

aku tak pernah menyadari istriku seindah ini. ingin kusentuh, kubelai, kucium lagi. tapi aku tak mau mengganggu tenang lelapnya. jadi aku duduk di lantai menikmati keindahannya. memandang, dan memandang saja. dari sudut ini. lalu aku berdiri dan memandangnya dari sudut yang lain. lalu dari sudut yang lain lagi. dan hanya kutemukan keindahan yang sama.

aku bersyukur atas apa yang tuhan beri untukku.

kutarik selimut dan menebarkannya di atas tubuh istriku. aku berbaring di sampingnya sambil tetap memandangi wajahnya yang damai, hingga aku pun jatuh tertidur tanpa menyadarinya.

1 comment:

Anonymous said...

no comment :P