Aku diam. Tak bisa berkata-kata. Bukan tak mau, aku tak bisa. Sebagian diriku ingin membiarkan dia berbuat apa yang diinginkannya, sepanjang itu membuatnya bahagia. Itu yang selalu kuinginkan, for him to be happy. Tapi aku tidak bisa menipu diri sendiri, bahwa aku juga terluka.
"Kau hanya menduga tanpa alasan”, katanya.
"Benarkah?”
"Apa dasarmu?”
"Semua SMS itu?”
"SMS yang mana?”
“Haruskah kutunjukkan satu-satu?”
“Ya, tunjukkan!”
Kuambil handphonenya, lalu kubuka sms-sms dari satu nama. Yang berurutan, yang terselang satu-dua nama.
“So what, kamu lihat kan, isinya biasa aja. Menanyakan kabar. Konsul tentang ini itu. Wajar kan?”
“Benarkah? Kata-katanya terlalu indah untuk disebut wajar”
”Masalahnya dia memang penulis. Bahasanya memang bahasa sastra. Aku hanya mengimbanginya”
“Aku juga penulis, tapi aku tidak pernah sms indah pada sembarang orang"
Sam tertunduk, menekur, diam, entah apa yang dipikirkan.
Dan aku mendongak, berusaha kuat, berusaha tegar. Ini bukan pertama kalinya. Aku sudah lama berada di sampingnya, dan aku mengerti sekali jiwa Sam. Dia terlalu sentimentil, peka. Dan dia mudah jatuh cinta.
“Aku sadar keadaanku, Sam. Aku sudah mulai tua, tak lagi segar. Dan mungkin juga kau mulai bosan denganku. Apa yang dulu kau lihat indah padaku, menjadi sudah biasa dan tidak isimewa. Aku juga menulis. Tapi mungkin kau bosan dengan gaya tulisanku. Kau menemukan keindahan baru dari tulisannya. Yang segar, yang misterius, yang membuatmu melayang”
“Aku tidak suka kau membanding-bandingkan diri seperti itu”
”Itu kenyataannya”
”Tolonglah, Cin, aku sendiri tidak pernah membandingkanmu dengan orang lain. Apalagi dengan orang yang belum pernah kutemui”
”Karena kau belum pernah menemuinya, khayalanmu jadi bebas mengembara, dan kau menikmatinya”
“Cin, kau bicara apa sih?”
“Mungkin kau tidak membandingkanku dengannya. Tapi tetap saja kau menemukan keasyikan baru dengannya”
"Oh shit!”
“Aku kasihan padanya. Dia mungkin tidak tahu apa-apa, dan kau mengambil keuntungan darinya. Gadis kecil yang malang. Tapi aku juga kasihan padamu, karena bisa saja dia mempermainkanmu, atau sebenarnya sama sekali tidak peduli padamu”
”Dan aku kasihan padamu, yang mendera dirimu sendiri dengan cemburu tak menentu”
"Aku lelah, Sam”
Sam menyentuh rambutku. Ingin kukibaskan, tapi kubiarkan. Dan meraihku. Aku memejam mata. Memelukku. Aku bersandar di bahunya. Dan aku mulai terisak.
“Maafkan aku, Cin. Kau sangat mengenalku. Aku bisa mengerti jika suatu saat kau lelah denganku. Aku memang bajingan. Tapi percayalah, ke manapun aku mengembara, kepadamu juga akhirnya aku kembali”
"Berhentilah mengembara, Sam. Kumohon. Berdiamlah di sampingku”
Sam mengeratkan pelukannya. Aku membebaskan isakku yang tertahan cukup lama, karena berusaha menjadi kuat di depannya.
Tidak ada kata-kata Sam yang mengiyakan permintaanku. Hanya diam, karena kutahu dia tak sanggup menjanjikannya. Dan dia tak mau menjanjikan apa yang tidak bisa dia berikan.
Dan aku tahu akan beginilah keadaannya, entah sampai kapan.
Yogya Trip with Aik
4 years ago
No comments:
Post a Comment