Dan begitulah. Perlahan, di setiap pertemuan, sedikit demi sedikit aku dan Wid bergerak semakin jauh. Baik aku atau dia, setiap kali selalu berliput ragu dan saling menunggu. Tapi kami bisa merasakan bahwa kami berdua sama-sama ingin, sehingga akhirnya maju juga.
Walaupun aku berkata, “Aku tidak ingin melanggar janji kita, Wid”
Dan Wid menjawab, “Maafkan aku, seharusnya aku menjagamu”
Tapi tak urung langkah kami terus semakin jauh, sampai kami berhenti pada suatu titik dan sepakat, “Kita tidak akan melakukan yang satu itu”
Wid menepati janjinya, sejauh ini. Tapi sampai kapan? Aku bahkan meragukan pertahananku sendiri. Hampir di setiap pergumulan aku mempersiapkan diri kalau salah satu dari kami akhirnya melanggar janji. Untungnya, kami selalu berhasil berhenti tepat di belakang garis merah tipis yang kami buat.
Dan malam ini…
Malam ini ujung jari kaki kami telah sedikit melampauinya. Aku merasa sudah tiba saatnya aku mengeluarkan benda yang telah beberapa minggu terselip di dompetku.
“Wid. Aku tidak bermaksud membuatmu tersinggung. Jangan merasa begitu. Aku hanya mencoba menyisakan sedikit tindakan waras di tengah kegilaan kita. Kalau memang kita melakukannya, itu memang karena kita berdua menginginkannya, dan terlalu lemah untuk bertahan dengan janji kita. Bukan sepenuhnya tanggung jawabmu”
Wid, mendesah, resah.
Kuraih tasku, kukeluarkan dompet dan menarik bungkusan serupa vitamin C dosis tinggi dari salah satu sakunya. Kupandangi, dan aku tertawa geli sendiri, membuat Wid mau tak mau tertarik untuk melirik.
“Kenapa tertawa?”, tanya dia.
“Coba lihat ini. Rasa strawberry. Kenapa kondom harus dibikin berasa buah?”
Wid meraihnya dari tanganku, lalu ikut tertawa.
“Kenapa kamu beli yang rasa strawberry? Rasa duren pasti lebih enak”
Kami tergelak, dan kulihat ketegangan di wajah Wid mulai mencair. Kuambil lagi kondom rasa strawberry yang dipegangnya. Aku membuka jendela dan membuangnya, jauh ditelan semak dan gelap.
”Kenapa kamu buang?”, Wid bingung dengan tindakanku.
“Aku tidak mau, merasakan melakukannya pertama kali denganmu, dalam keadaan kamu bersarung kondom”
“Er, aku sudah berjanji. Aku akan menjaga janjiku. Karena aku ingin menjagamu. Aku menghormatimu. Kenapa kamu tidak yakin dengan aku? Kamu…”
“Sssst….!! Jujur ya Wid, sebenarnya aku tidak yakin dengan diriku sendiri. Aku ingin memberikan diriku seutuhnya kepadamu, tanpa melibatkan kondom.”
*masih bersambung*
No comments:
Post a Comment