Friday, December 12, 2008

"Aku bawa kondom di dompetku" (3)

Wid melongo memandangku.

“Tapi nanti, setelah kita menikah. Karenanya, mulai sekarang aku tidak mau lagi kamu ajak nyepi begini.”

Dan Wid bernafas lega.

“Sudahlah Wid. Ayo kita pergi dari sini, dan antar aku pulang. Setelah itu kau pikirkan kapan kita menikah”

“What?”
“Aku tahu, menikah bukan hal yang sederhana. Juga bukan sekedar tempat kita melampiaskan hasrat. Tapi aku mencintaimu. Aku ingin menikah denganmu. Aku ingin melahirkan anak-anak dari benihmu. Aku ingin membangun keluarga bersamamu. Kita juga sudah sering membahasnya kan..”
“Er, pekerjaanku belum mapan”
“Kamu tetap lebih mapan dari pada pengangguran”
“Kita belum tahu mau tinggal di mana kalau sudah menikah. Paling tidak kita harus ada dana untuk uang muka KPR, atau…”
“Aku tidak keberatan tinggal di rumah kontrakan, bahkan yang petakan sekalipun”
“Kita tetap perlu beli perabotan…”
“Ah, yang penting ada kasur. Aku punya kalau cuma buat beli spring bed aja”

Wid terdiam, seperti bingung harus berkata apa lagi.

“Pernah dengar kata orang, bahwa orang yang menikah akan dibukakan pintu rejekinya?”

Wid mengangguk.

“Percaya?”

Wid diam.

“Aku percaya. Kenapa tidak kita buktikan saja?”

Wid meraih tanganku, “Aku rasa kamu benar”

Wid menghidupkan mesin mobil, dan membawa kami keluar dari parkiran taman yang gelap dan sepi ini. Ada kelegaan mengisi hati, dan ruang di sekitar kami. Aku tahu tidak akan mudah untuk berhenti, tapi aku tidak ingin melanjutkan kesalahan yang sudah kami buat, lebih jauh lagi.

“Wid…”
“Ya…?”
“Masih ada satu hal yang mengganggu pikiranku”
“Apa itu?”

Aku diam sejenak sebelum akhirnya kuutarakan, “Kenapa kondom harus dibikin berasa buah?”

*tidak bersambung lagi*

1 comment:

el_afiq said...

bagus bangetmbk ceritanya...
nice deh pokoknya.. :)

baris terakhir bikin aku ketawa
*tidak bersambung lagi*

hehehehe....